Global Expose TV Kabupaten Asahan – Pada 23 Oktober 2025 Konflik antara masyarakat sekitar Desa Padang Sari, Kecamatan Tinggi Raja, Kabupaten Asahan dengan pihak PT Bakrie Sumatera Plantations (BSP) terus berlanjut. Hingga saat ini, pihak perusahaan belum memberikan tanggapan resmi atas permintaan konfirmasi dari jurnalis terkait status Hak Guna Usaha (HGU) dan kewajiban pembangunan plasma 20% bagi masyarakat sekitar.
Permintaan konfirmasi tersebut telah disampaikan secara resmi oleh jurnalis Global ExposeTV pada 23 Oktober 2025 kepada Manajer Kemitraan dan Manajer Perkebunan PT BSP, untuk memperoleh klarifikasi mengenai beberapa hal penting, antara lain:
Status HGU PT BSP yang diduga telah berakhir pada tahun 2022 dan kini tengah dalam proses perpanjangan ke Kementerian ATR/BPN.
Pelaksanaan kewajiban kemitraan plasma 20% sesuai ketentuan pemerintah.
Langkah-langkah penyelesaian konflik yang ditempuh perusahaan terhadap masyarakat di lapangan.
Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada balasan atau klarifikasi resmi dari pihak manajemen PT BSP terhadap konfirmasi tersebut.
Sementara itu, berdasarkan keterangan dari masyarakat Desa Padang Sari, hingga saat ini PT BSP belum pernah membangun atau merealisasikan pola kemitraan plasma 20% dari total luas HGU sebagaimana diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut masyarakat, kewajiban pembangunan kebun plasma oleh perusahaan perkebunan bukanlah kebijakan sukarela, melainkan amanat hukum, yang diatur secara jelas, antara lain:
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Pasal 58 ayat (1) dan (2), yang mewajibkan perusahaan perkebunan untuk memberdayakan masyarakat sekitar melalui pembangunan kebun.
Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan (jo. Permentan No. 98 Tahun 2013 dan Permentan No. 18 Tahun 2021), yang menegaskan bahwa perusahaan wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat (plasma) minimal 20% dari luas areal yang diusahakan.
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian, yang memperkuat kewajiban kemitraan antara perusahaan perkebunan dan masyarakat sekitar secara berkeadilan.
“Sampai sekarang kami tidak tahu di mana letak lahan plasma yang seharusnya untuk masyarakat sekitar. Kami hanya berharap pemerintah dapat menindaklanjuti agar perusahaan memenuhi kewajibannya,” ujar salah seorang warga Desa Padang Sari kepada wartawan.
Menanggapi laporan masyarakat tersebut, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumatera Utara melalui Kabid Sengketa, Julianda, menyatakan telah menerima semua laporan atas konflik lahan antara masyarakat dengan PT BSP.
“Kami sudah menerima laporan resmi terkait sengketa lahan tersebut. Kami akan menindaklanjutinya dan membantu proses pelaporan ke Kementerian ATR/BPN untuk ditindaklanjuti sesuai prosedur,” ujar Julianda kepada wartawan pada 21 Oktober 2025 di Medan.
Warga juga meminta agar pemerintah daerah dan Kementerian ATR/BPN meninjau kembali status HGU PT BSP, yang disebut telah berakhir, guna memastikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat sekitar wilayah perkebunan.
Konflik antara masyarakat dan PT BSP di wilayah Asahan telah berlangsung cukup lama dan menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk lembaga masyarakat sipil dan aktivis agraria. Publik kini menanti langkah tegas dari pemerintah dan manajemen perusahaan untuk menyelesaikan persoalan ini secara transparan dan sesuai hukum yang berlaku.
Sebagai bentuk keberimbangan pemberitaan, redaksi tetap membuka ruang klarifikasi dan hak jawab bagi pihak PT BSP apabila di kemudian hari perusahaan memberikan tanggapan resmi terkait persoalan ini.
Penulis : Ramses Sihombing
Editor : Sukadi
Sumber Berita : PT BSP Belum Tanggapi Konfirmasi Terkait Status HGU dan Kewajiban Plasma 20%












