Global Expose TV Depok Jawa Barat – Kepercayaan publik terhadap lembaga perbankan syariah kembali tercoreng. Bank BJB Syariah Cabang Depok kini menjadi sorotan tajam setelah salah satu nasabah mengaku dirugikan akibat perubahan nilai angsuran rumah secara sepihak tanpa pemberitahuan resmi dan tanpa dasar hukum yang jelas.
Kasus ini mencuat setelah seorang nasabah berinisial Y melaporkan kejanggalan pada 22 Oktober 2025. Ia mendapati nilai angsuran rumahnya meningkat di luar kesepakatan akad pembiayaan yang telah ditandatangani bersama pihak bank.
“Selamat sore, kenapa angsuran rumah bisa berubah, jadi naik?” tulis Y dalam pesan singkat yang diterima redaksi.
Menanggapi keluhan tersebut, salah satu pegawai bank bernama Nurul Kaelani sempat memberikan jawaban yang tidak meyakinkan.
“Saya kurang paham kenapa tertariknya lebih,” ujarnya dalam percakapan lanjutan.
Sehari kemudian, tepatnya 23 Oktober 2025, pihak yang sama mengakui bahwa telah terjadi kesalahan internal di bagian pembiayaan yang menyebabkan perbedaan jumlah angsuran.
“Untuk yang kemarin sudah dikonfirmasi ke bagian pembiayaan, terdapat kesalahan,” ungkap Nurul.
Tidak puas dengan penjelasan tersebut, nasabah mendatangi langsung kantor Bank BJB Syariah Cabang Depok (31/10/2025) untuk meminta kejelasan. Dalam pertemuan tersebut, pihak bank mengakui adanya kekeliruan sistem dan kelalaian, namun hanya menyampaikan permintaan maaf secara lisan tanpa bentuk pertanggungjawaban hukum.
“Mereka hanya minta maaf, tapi tidak ada kejelasan bagaimana tanggung jawabnya. Kami tidak bisa terima perlakuan seperti ini,” tegas nasabah yang menjadi korban.
KCBI Siap Kawal Kasus Ini Hingga Ranah Hukum Ketua Umum LSM Kemilau Cahaya Bangsa Indonesia (KCBI), Joel Barus Simbolon, mengecam keras tindakan Bank BJB Syariah yang dinilai telah melanggar prinsip kejujuran dan transparansi dalam sistem keuangan syariah.
“Ini bukan sekadar kesalahan teknis, tapi bentuk kelalaian serius dan pelanggaran terhadap hak konsumen. Ketika lembaga keuangan mengubah akad pembiayaan secara sepihak tanpa dasar hukum, itu sudah masuk pelanggaran hukum perdata dan berpotensi pidana,” tegas Joel.
Pernyataan Tim Bidang Hukum KCBI: Tim Hukum KCBI yang diketuai oleh Panal Limbong, S.H., M.H., & Partner, menyatakan siap mendampingi nasabah secara penuh dan menempuh jalur hukum jika pihak bank tidak menunjukkan itikad baik.
“Kami sedang menyiapkan langkah hukum baik pidana maupun perdata. Tindakan sepihak yang dilakukan pihak BJB Syariah dapat dikategorikan sebagai wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata, dan dapat pula memenuhi unsur pelanggaran terhadap Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mewajibkan pelaku usaha memberikan ganti rugi atas kerugian konsumen,” jelas Panal Limbong.
Lebih lanjut, tim hukum juga menyoroti aspek syariah dalam kasus ini.
“Bank syariah terikat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) yang mewajibkan transparansi, kejujuran, dan kesepakatan dua pihak (akad) yang tidak boleh diubah sepihak. Tindakan BJB Syariah jelas melanggar prinsip amanah dan keadilan yang menjadi roh dari sistem keuangan syariah,” tambahnya.
KCBI Akan Laporkan ke OJK, YLKI, dan Dewan Syariah Nasional. Dalam waktu dekat, KCBI akan melayangkan laporan resmi ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Dewan Syariah Nasional MUI (DSN-MUI) untuk meminta audit dan klarifikasi atas dugaan pelanggaran sistem dan prinsip syariah yang dilakukan BJB Syariah.
“Kami akan memastikan hak-hak nasabah dipulihkan. Dunia perbankan syariah tidak boleh dijadikan tameng oleh oknum yang mempermainkan akad. Kalau lembaga seperti ini dibiarkan kebal hukum, maka kepercayaan publik terhadap sistem syariah akan runtuh,” pungkas Panal Limbong, S.H., M.H.
Dasar Hukum dan Acuan Advokasi: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 4 huruf (a), (b), (c): Hak konsumen atas kenyamanan, keamanan, dan kepastian hukum.
Pasal 19 ayat (1): Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerugian akibat barang/jasa yang diterima. 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Pasal 55 ayat (1): Penyelesaian sengketa berdasarkan prinsip syariah.Pasal 34 huruf (a): Bank wajib menjalankan usaha sesuai prinsip kehatian-hatian.
3. Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah. Dilarang mengubah harga atau akad secara sepihak setelah disepakati.4. KUHPerdata Pasal 1243 tentang Wanprestasi
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi lembaga keuangan syariah agar tidak mempermainkan kepercayaan publik. Prinsip amanah bukan sekadar simbol, tetapi komitmen moral dan hukum. Kini, bola panas ada di tangan OJK dan Dewan Syariah Nasional, apakah akan tegas menindak atau membiarkan lembaga perbankan syariah bertindak seolah kebal hukum di atas penderitaan nasabah
Penulis : Agus Marpaung
Editor : Sukadi
Sumber Berita : Panal Limbong SH.MH & Partner: BJB Syariah Tak Boleh Berlindung di Balik Label “Syariah” untuk Menghalalkan Pelanggaran..!!!!












