Global Expose TV Kabupaten Asahan — Aliansi Kelompok Tani Asahan (AKTA) secara resmi mengajukan tujuh tuntutan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumatera Utara, DPRD Sumut, dan instansi terkait, menyangkut konflik berkepanjangan atas lahan eks HGU PT Bakrie Sumatera Plantation (PT BSP) di Kabupaten Asahan.
Aksi yang berlangsung sejak Selasa, 21 Oktober hingga 24 Oktober 2025 ini diikuti sekitar 200 peserta, dengan titik aksi di Kantor BPN Sumut, Mapolda Sumut, dan DPRD Sumut. Massa membawa spanduk, tenda, serta peralatan suara untuk menyuarakan keadilan agraria dan hak masyarakat tani atas tanah warisan mereka.
Koordinator lapangan (Korlap) aksi, Muhammad Rasyid, menyampaikan bahwa aksi ini dilatarbelakangi oleh pengusiran paksa terhadap kelompok tani oleh pihak PT BSP pada Juni 2025 dengan pengawalan aparat kepolisian.
“Kami menyesalkan tindakan tersebut karena lahan itu masih berstatus sengketa dan belum memiliki HGU baru,” tegasnya.
Sebelumnya, perwakilan kelompok tani juga telah melakukan audiensi dengan Bupati Asahan, namun hingga kini belum ada tindak lanjut konkret.
“Kami berharap pemerintah dan aparat hukum tidak berpihak pada korporasi, tetapi hadir menegakkan keadilan bagi rakyat,” tambah Ali Usman Sitorus, perwakilan petani.
Tuntutan Kelompok Tani Asahan (AKTA): 1. Meminta BPN Sumut agar tidak memperpanjang atau memperbarui HGU PT BSP sebelum kejelasan pembagian lahan plasma 30% bagi masyarakat ditetapkan.
2. Menuntut penjelasan resmi dari BPN Sumut terkait proses pengajuan HGU baru oleh PT BSP dan keabsahan lahannya.
3. Menegaskan pelanggaran kewajiban plasma 20% oleh PT BSP sebagaimana diatur dalam UU Agraria No. 39 Tahun 2014 agar segera diberikan kepada masyarakat Asahan.
4. Mendesak Kementerian ATR/BPN RI agar tidak memperbarui HGU PT BSP karena sebagian lahannya berada di kawasan perkotaan yang telah diatur dalam Perda Asahan No. 13 Tahun 2012 tentang RTRW.
5. Mendorong program Ketahanan Pangan (KKETAPANG) agar lahan tersebut dapat dimanfaatkan oleh kelompok tani untuk meningkatkan perekonomian rakyat Asahan.
6. Meminta DPRD Provinsi Sumatera Utara untuk turun langsung memberikan penjelasan publik terkait status hukum HGU PT BSP yang dianggap belum jelas dan diduga melanggar undang-undang.
7. Menuntut sebagian lahan PT BSP dijadikan lahan program Ketahanan Pangan (KETAPANG) bagi petani lokal Asahan sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan keberpihakan terhadap masyarakat kecil.
Sementara itu, pihak ATR/BPN Sumut melalui Kabid Sengketa, Juliandi, saat dikonfirmasi menyatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan resmi dari kelompok tani dan akan segera menindaklanjuti serta membantu proses pelaporan ke Kementerian ATR/BPN RI.
“Kami akan mempelajari seluruh dokumen dan laporan yang disampaikan. Prinsipnya, semua sengketa lahan harus diselesaikan secara adil dan sesuai prosedur,” ujar Juliandi kepada wartawan di Medan.
Aksi damai ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi pemerintah pusat dan daerah untuk hadir menuntaskan konflik agraria yang telah berlarut-larut di Kabupaten Asahan, serta memastikan hak-hak masyarakat tani tidak terabaikan.
Penulis : Ramses Sihombing
Editor : Sukadi
Sumber Berita : Tujuh Tuntutan Petani Asahan: Dari Plasma Hingga Ketahanan Pangan di Lahan Eks PT BSP












